WAWANCARA DEE dengan majalah JEUNE
dkutip dari http://dee-event.blogspot.com/
Q&A with CHE - Chief Editor JEUNE:
1. Setelah melewati proses waktu dan perenungan atau atau pencarian jati diri, tolong uraikan siapakah seorang Dee itu sebenarnya?
Saya juga nggak tahu. Haha! Dan itulah indahnya. Sejauh yang saya temukan, yang namanya “diri” itu berubah-ubah, bahkan pernah juga saya merasa “diri” itu tidak ada.
2. Kira-kira apa sesungguhnya peran Dee dan untuk apa Dee di dunia ini?
Saya pun tidak tahu persis apa manfaat saya ada di dunia. Yang jelas mengapa saya bisa terlahir pasti ada penyebabnya, ada karmanya, tapi detailnya bagaimana tidak tahu, tujuan pastinya apa juga tidak tahu. Yang saya jalankan sekarang ini ya peran saya sebagaimana yang saya bisa: menulis, menulis lagu, bernyanyi, menjadi ibu, menjadi istri, menjadi Dewi yang terus berubah dan berevolusi.
3. Sudahkan menemukan jati diri pada akhirnya? Seperti apa bentuknya?
Ya itu tadi. Yang sejauh ini saya telusuri, ternyata “diri” itu cuma bentukan konsep dan fenomena yang kita anggap sebagai identitas permanen kita. Penemuan jati diri, sejauh pengalaman saya, berujung bukan pada jawaban, melainkan usainya “keinginan mencari” itu sendiri.
4. Duka atau bahagia keduanya tidak permanen, lalu apa yang permanen bagi seorang Dee?
Tidak ada.
----------------- -------------------------------------------------------------------------------
Hal pertama yang saya pikir perlu dipelajari oleh seorang anak(setidaknya anak saya) adalah...relativitas. Is that the right word?
Maksudnya begini:
1. Saya berubah. Dari sejak kuliah saya berubah. Apalagi dari sejak SMP-SMA. Perubahan yang buat saya paling mengejutkan adalah perubahan cara pandang saya terhadap berbagai hal. Bahwa hal yang dulu mati2an saya anggap baik dan saya berjanji dalam hati akan saklek tentang hal itu, - ternyata sekarang tidak harus begitu buat saya. Dan saya tidak menyesalinya. Karena ternyata banyak hal yang belum saya lihat dulu- ketika saya berpendapat harusnya A-padahal sekarang saya bisa bilang:"B juga ga papa".
2. Bagaimana seseorang memandang dunianya ternyata sangat dipengaruhi oleh berapa usianya. Apa yang ia (sudah ) alami. Karena itu saya agak sebal pada diri saya sendiri ketika saya mikir" uh,ntar kalo gue punya anak, gimana ya kalo dia pulang malem terus ktemu crowd yang ga bener-apalagi kuliah di luar kota...bla blabla..." Astaga, cerewet banget, yah, saya?! orang tua saya aja ga gitu2 amat(dan mungkin itulah kuncinya saya ga pernah merasa dicerewetin, tapi belajar sendiri bertanggung jawab sama ortu). Nah, seorang parent bisa dengan mudah me-refer pada pengalamannya semasa remaja. apa yang diinginkan anak remajanya. Bagaimana supaya ia tidak dimusuhi anaknya. Tapi seorang anak? Coba deh, kalo ada seorang ibu dan seorang ayah yang sedang mau pergi kencan berdua, trus anaknya ga mau ditinggal? emang normal sih, tapi alangkah indahnya bila seorang anak, betapa mudapun usianya, bisa belajar mengenai toleransi dan empati sedini mungkin. Karena parent juga orang lho. They nrrdtheir own life. Their own time. Kalo gitu, gue rasa kasus2 ibu rumah tangga yang merasa kurang puas pasti berkurang banyak deh.
3. Di dalam buku yang saya baca, DIMSUM TERKAHIR ada narasi dari seorang tokoh yang bilang "surga itu adanya di hati masing2 orang". Saya setuju. Well, saya kira saya setuju. Saya pikir tidak ada orang yang bisa sepenuhnya men-judge orang lain salah atau benar, selain Tuhan. Rasanya saya pernah baca kasus begini: Seorang laki-laki ditinggal oleh istrinya selingkuh atau perbuatan negatif lainnya. Sebagai orang katolik, dia tidak bisa cerai. Tapi beberapa waktu berselang laki2 ini lalu bertemu lagi dengan seorang wanita(beda agama kalo ga salah...lupa). Wanita ini baik, si laki2 ini menjadi orang yang lebih baik dgn wanita ini, dan anak2nya juga dapat menerima wanita tersebut. Lelaki yang bingung ini berkonsultasi dengan pastor. Dan pastor memberikan restunya untuk bersatu dengan wanita tersebut. Hebat banget ya, pastor itu? Karena semua fakta menunjukkan bahwa wanita tsb baik bagi lelaki itu, semua fakta kecuali satu-peraturan gereja yang menyatakan lelaki itu tidak boleh bercerai dengan istrinya yang pertama.
Apakah anak saya akan hidup di dunia yang lebih terbuka nanti?
Dunia yang bisa bilang dan setuju " surga ada di hati masing2 manusia".
Saya baru tahu kalau hidup ternyata berubah terus. Saya boleh punya cita-cita, tapi saya ga bisa tentukan apakah cita-cita saya akan dipenuhi atau tidak. Direstui atau tidak oleh Nya. Yang bisa saya lakukan, sungguh-sungguh satu-satunya yang bisa saya lakukan adalah mencoba untuk melakukan yang terbaik setiap hari. Mencoba menghayati peran dan jalan yang Ia bukakan untuk saya dan keluarga saya saat ini. Lainnya, adalah urusan nanti.